Kamis, 14 April 2011

PENGENALAN GEJALA SERANGAN

1.   CENDAWAN
Nama Patogen : Phytophthora palmivora
Klasifikasi :
Kerajaan               : Protista
Filum                     : Heterokontophyta
Kelas                     : Oomycetes
Ordo                      : Peronosporales
Famili                    : Pythiaceae
Genus                   : Phytophthora
Spesies                 : P.palmivora


Gambar : Busuk buah kakao
Bioekologi
Phytophthora palmivora merupakan salah satu patogen tumbuhan yang menyerang berbagai tumbuhan budidaya. Anggota Oomycetes ini memiliki spektrum target yang luas, baik tumbuhan monokotil maupun dikotil.Buah kakao yang terserang berbercak coklat kehitaman, biasanya dimulai dari ujung, tengah atau pangkal buah. Lama – kelamaan bercak meluas ke seluruh badan buah
            Penyakit ini disebarkan melalui sporangium yang terbawa atau terpercik air hujan. Pembentukkan spora Phytophthora palmivora ini dapat dilihat dari adanya kumpulan warna putih di atas bercak-bercak hitam yang telah melebar ke semua arah. Suhu yang berkisar 27 – 30°C dan ditunjang oleh tingkat kelembaban 70 – 85 % sangat mendukung ( kondusif ) dalam perkembangan maupun pertumbuhan spora yang begitu cepat.
Buah kakao yang terserang dan busuk akan menularkan penyakitnya pada buah lain yang letaknya berdekatan. Selain menyerang buahnya, jamur tersebut juga dapat menyerang bagian tanaman lain seperti tangkai buah, batang, maupun tunas muda.
Pada bagian batang, gejala yang terlihat berupa bercak bulat berwarna coklat di dekat permukaan tanah. Bila kulit kayunya kita kupas maka akan terlihat warna coklat serta bagian dalam yang sudah membusuk. Biasanya penyakit ini menyerang tanaman kakao pada stadium pembungaan sampai pembentukkan buah. Pada saat tidak ada buah, jamur dapat bertahan di dalam tanah.

Gejala Serangan
Buah kakao yang terserang berbercak coklat kehitaman, biasanya dimulai dari ujung atau pangkal buah. Penyakit ini disebarkan melalui sporangium yang terbawa atau terpercik air hujan, dan biasanya penyakit ini berkembang dengan cepat pada kebun yang mempunyai curah hujan tinggi dengan kondisi lembab. Selain itu gejalanya adalah batang mengeluarkan getah beku terus menerus sehingga tumbuhan kehabisan energi dan menurunkan hasil.

Pengendalian
(1)  Karantina; yaitu dengan mencegah masuknya bahan tanaman kakao dari daerah terserang PBK;
(2)  Pemangkasan bentuk dengan membatasi tinggi tajuk tanaman maksimum 4m sehingga memudahkan saat pengendalian dan panen;
(3)  Kengatur cara panen, yaitu dengan melakukan panen sesering mungkin (7 hari sekali) lalu buah dimasukkan dalam karung sedangkan kulit buah dan sisa-sisa panen dibenam;
(4)  Penyelubungan buah (kondomisasi), caranya dengan mengguna-kan kantong plastik dan cara ini dapat menekan serangan 95-100 %. Selain itu sistem ini dapat juga mencegah serangan hama helopeltis dan tikus.;
(5)  Cara kimiawi: dengan Deltametrin (Decis 2,5 EC), Sihalotrin (Matador 25 EC), Buldok 25 EC dengan volume semprot 250 l/ha dan frekuensi 10 hari sekali
Sumber  :




2.   BAKTERI


Nama Patogen : Erwinia carotovora
Klasifikasi: 
Kingdom         : Bacteria
Phylum            : Proteobacteria
Class              : Gammaproteobacteria
Order              : Enterobacteriales
Family            : Enterobacteriaceae
Genus            : Erwinia
Species          : Erwinia carotovora

Gambar : Busuk lunak pada kubis

Bioekologi
            Sel bakteri berbentuk batang, dengan ukuran (1,5 - 2,0) x (0,6 ­0,9) mikron, umumnya membentuk rangkaian sel-sel seperti rantai, tidak mempunyai kapsul, dan tidak berspora. Bakteri bergerak dengan menggunakan flagela yang terdapat di sekeliling sel bakteri (flagela peritrichous). Bakteri bersifat Gram negatif. Suhu optimal untuk perkembangan bakteri 27° C. Pada kondisi suhu rendah dan kelembaban rendah bakteri terhambat pertumbuhannya. Penyebaran  melalui tanah, sisa-sisa tanaman di lapangan dan alat pertanian. Bakteri busuk lunak mempunyai daerah sebaran yang luas hampir di seluruhdunia. DiIndonesia terdapat di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan.
            Penyakit busuk lunak ini sangat sering dijumpai pada tanaman kubis-kubisan. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Erwinia carotovora ini ditemukan di seluruh dunia. Busuk lunak dapat menyerang seluruh tanaman kubis-kubisan, tetapi lebih sering menyerang sawi putih dan kubis. Jaringan tanaman yang telah terserang menunjukkan gejala basah dan diameter serta kedalamannya melebar secara cepat. Bagian tanaman yang terkena menjadi lunak dan berubah warna menjadi gelap apabila serangan terus berlanjut.             Tanaman yang terkena busuk lunak menimbulkan bau yang khas yang dimungkinkan oleh adanya perkembangan organisme lain setelah pembusukan terjadi. Serangan ini bisa terjadi di lahan, saat pengangkutan, ataupun saat penyimpanan. Bakteri busuk lunak timbul dari seresah tanaman yang telah terinfeksi, melalui akar tanaman, dari tanah, dan beberapa serangga. Luka pada tanaman seperti stomata pada daun, serangan serangga, kerusakan mekanis, ataupun bekas serangan dari pathogen lain merupakan sasaran yang empuk untuk serangan bakteri. Hujan dan suhu yang tinggi mendorong penyebaran di lahan. Infeksi pada saat pengangkutan dan penyimpanan merupakan kontaminasi bakteri saat di lahan maupun pasca panen melalui peralatan pengangkutan dan panen serta tempat penyimpanan. Bakteri busuk lunak dapat berkembang pada suhu 5 – 37oC dengan suhu optimum berkisar 22oC.

Gejala Serangan
            Gejala yang umum pada tanaman kubis-kubisan adalah busuk basah, berwarna coklat atau kehitaman, pada daun, batang, dan umbi. Pada bagian yang terinfeksi mulamula terjadi bercak kebasahan. Bercak membesar dan mengendap (melekuk), bentuknya tidak teratur, berwarna coklat tua kehitaman. Jika kelembaban tinggi jaringan yang sakit tampak kebasahan, berwarna krem atau kecoklatan, dan tampak agak berbutui-butir halus. Disekitar bagian yang sakit terjadi pembentukan pigmen coklat tua atau hitam. Jaringan yang membusuk pada mulanya tidak berbau, tetapi dengan adanya serangan bakteri sekunder jaringa tersebut menjadi berbau khas yang mencolok hidung
Pengendalian
(1)  Sanitasi. Menjaga Kebersihan kebun dari sisa-sisa tanaman sakit sebelum penanaman.
(2)  Menanam dengan jarak yang tidak terlalu rapat untuk menghindarkan kelembaban yang terlalu tinggi, terutama di musim hujan.
(3)  Pada waktu memelihara tanaman diusahakan untuk sejauh mungkin menghindari terjadinya luka yang tidak perlu, khususnya pada waktu menyerang.
(4)  Pengendalian pasca panen dilakukan dengan, a. Mencucui tanaman dengna air yang mengandung chlorine, b. Mengurangi terjadinya luka pada waktu penyimpanan dan pengangkutan, c. Menyimpan dalam ruangan yang cukup kering, mempunyai ventilasi yang cukup, sejuk dan difumigasinya sebalumnya. Untuk mencuci tanaman dapat juga di pakai boraks 7,5%.

Sumber :







3.   BAKTERI
  Nama patogen : Phytophthora infestans
Klasifikasi   :
Kingdom     : Bacteria 
Phylum       : Proteobacteria 
Class          : Beta Proteobacteria 
Order          : Burkholderiales 
Family         : Ralstoniaceae 
Genus         : Ralstonia

Gambar : Busuk lunak pada kentang
Bioekologi
            Penyakit busuk  umbi (lodoh) tanaman kentang yang disebabkan oleh serangan jamur patogen ganas Phytophthora infestans merupakan penyakit yang paling penting di antara penyakit dan hama yang menyerang tanaman kentang di Indonesia. Penyakit ini dapat menurunkan produksi kentang hingga 90% dari total produksi kentang dalam waktu yang amat singkat. Penyakit busuk daun dan umbi tanaman kentang merupakan penyakit penting dan endemik di sentra-sentra pertanaman kentang di Provinsi Jawa Tengah (Kabupaten Wonosobo, Temanggung, Banjarnegara dan Magelang). Patogen dapat tersebar sampai ke batang dengan sangat cepat dalam jaringan korteks yang menyebabkan kerusakan sel didalamnya. Selanjutnya, miselium tumbuh diantara isi sel batang, tetapi jarang terdapat dalam jaringan vaskuler.
            Miselium tumbuh menembus batang sampai ke permukaan tanah. Ketika mesilium mencapai udara disekitar bagian tanaman miselium memproduksi sporangiospor yang dapat menembus stomata dan menetap serta menyebar melalui daun. Sporangiospor akan terlepas dan menyebabkan infeksi baru, sel-sel dimana miselium berada dapat mati dan menjadi busuk, miselium menyebar luas sampai ke bagian yang sehat. Penyakit hawar daun kentang disebabkan oleh cendawan Phytophthora infestans (Mont) de Bary, yang semula disebut Botrytis infestans Mont. Miselium interseluler tidak bersekat, mempunyai banyak houstorium. Konidiofor keluar dari mulut kulit, berkumpul 1-5, dengan percabangan simpodial, mempunyai bengkakan yang khas. Konidium berbentuk buah peer, 22-32 x 16-24 µm, berinti banyak 7-32. Konidium berkecambah secara tidak langsung dengan membentuk hifa (benang) baru, atau secara tidak langsung dengan membantuk spora kembara, konidium dapat juga disebut sebagai sporangium atau zoosporangium. Cendawan ini dapat membentuk spora.

Gejala serangan
            P. infestans dapat menyerang umbi, jika keadaan baik bagi pertumbuhannya pada umbi terjadi bercak yang agak mengendap, berwarna coklat atau hitam ungu, yang masuk sampai 3-6 mm ke dalam umbi. Bagian yang terserang ini tidak menjadi lunak. Bagian yang busuk kering tadi dapat terbatas sebagai bercak-bercak kecil, tetapi dapat juga meliputi suatu bagian yang luas pada satu umbi. Gejala ini dapat tampak pada waktu umbi digali, tetapi sering tampak jelas setelah umbi disimpan (Semangun.2000).
            Gejala awal bercak pada bagian tepi dan ujung kentang, bercak melebar dan terbentuk daerah nekrotik yang berwarna coklat. Bercak dikelilingi oleh massa sporangium yang berwarna putih dengan belakang hijau kelabu. Serangan dapat menyebar ke batang, tangkai dan umbi. Cendawan ini berkembang baik pada musim hujan dengan kelembaban sekitar 20o C.

Pengendalian
Pengendalian dengan cara resistensi adalah termasuk semua usaha yang tanaman menjadi imun, tahan atau toleran terhadap serangan patogen. Yang termasuk dalam resistensi adalah proteksi silang, ketahanan terimbas, aktivasi pertahanan tanaman, perbaikan kondisi pertumbuhan tanaman, dan penggunaan varietas tahan. Penggunaan varietas tahan bila varietas tersebut telah tersedia mempunyai beberapa kelebihan, yaitu murah, mudah, aman, dan merupakan salah satu cara pengendalian yang efektif untuk mengendaliakan penyakit tumbuhan. Penggunaan varietas tahan juga dapat mengurangi penggunaan fungisida sehingga mengurangi pencemaran akibat bahan racun tersebut (Latief, 2003).

Sumber
http://anafzhu.blogspot.com/2009/06/hawar-umbi-phytophthora-infestans.html



4.   VIRUS

Nama patogen : Penyakit tungro (VTP)
Klasifikasi          :
Family    : caulimoviridae
Genus    : Tungrovirus
Spesies  : rice tungrobacilliform virus
                     


Gambar : Virus tungro padi
Bioekologi
            Penyakit tungro disebabkan oleh virus yang disebut dengan virus tungro padi (VTP). Virus ini bersifat non persisten, artinya virus tersebut hanya dapat menyerangtanaman dalam masa yang pendek saja. Suda h diketahui bahwa VTP terdiri dari dua bentuk yaitu yang berbentuk batang (RTBV = Rice Tungro Bacciliform Virus) dan virus yang bulat isometri (RTSV = Ric Tungro Spherical Virus). Tanaman yang terserang tungro bisa mengandung kedua virus tersebut namun dapat juga mengandung hanya salah satu saja. VTP tersebut berada dalam jaringan tanaman sakit, terutama dalam jaringan daun.
            Virus tungro padi ditularkan melalui serangga penular (vektor) yaituwereng hijau (Nephotettix spp) atau wereng loreng [Recilia Dorsalis].VTP ditularkan secara non persisten oleh vektornya. Serangga vektor hanya memerlukan waktu pengisapan dari tanaman sakit 3 - 5 menit, kemudian sudah mampu menularkan virus. kepada tanaman sehat yang rentan. Virus dapat tetap tahan di dalam badan serangga selama kurang lebih S hari.  serangga yang paling efektif sebagai vektor.Demikian pula serangga yang telah berganti kulit tidak efektif setelah mengisap
Tanaman sakit. Nephottetix sp. dikenal sebagai wereng hijau, karma warnanya hijau Ban menyerang bagian daun tanaman path. Serangga dewasa berukuran 4 - 6 mm, telurnya berbentuk bulat panjang atau lonjong berwarna terang (kuning pucat), berukuran 1,3 X 0,30 mm. Telur ini diletakkan berderet-deret sebanyak 5 -25 butir. Serangga betina mampu bertelur 200 - 300 butir yang diletakkan di dalam jaringan pelepah daun. Telur menetas setelah 4 - 8 hari Ban membentuk serangga muda (nimfa). Nimfa ini mengalami 5 kali ganti kulit selama 16 -18 hari Ban menjadi dewasa setelah 2 - 3 hari kemudian.

Gejala Serangan
            Gejala serangan penyakit virus tungro pada tanaman padi tergantung ketahanan tanaman dan umur tanaman sewaktu terinfeksi. Secara garis besar gejala-gejala tersebut adalah sebagai berikut:
Ø Daun-daun menjadi berwarna kuning oranye atau jingga dan daun-daun muda yang baru keluar memendek dan menggulung.
Ø Pertumbuhan tanaman terhambat atau kerdil.
Ø Anakan berkurang.
Ø Bila serangan telah terjadi, sejak di pesemaian atau pada tanaman muda       yangberumur kurang dari satu bulan, bulir yang dihasilkan relatif lebih kecil, bahkan bila serangan berat, tanaman tidak menghasilkan bulir sama sekali.
Ø Bila infeksi terjadi setelah tanaman berbunga atau berumur kira-kira 60 harihasil tanaman tidak berpengaruh.
            Gejala tanaman padi yang terserang virus tungro sangat mirip dengan gejala tanaman yang kekurangan unsur hara (penyakit fisiologis), sehingga untuk menentukan apakah suatu tanaman terserang virus tungro atau karena kekurangan unsur hara dapat dilakukan test sederhana yaitu penularan secara buatan melalui perantaraan.
ü  Vektor (wereng hijau), caranya sebagai berikut:
§  Buat pesemaian padi dari varietas peka di dalam pot yang disungkup dengan

ü  Kasa kedap wereng.
§  Bila pesemaian telah berumur 7 hari, kemudian di infeksi dengan wereng hijau yang diambil dari tanaman yang diduga terserang virus tungro.
§  Pengamatan dilakukan setelah 10 hari, jika pesemaian menunjukkan gejala yang sama dengan gejala tanaman terserang virus tungro, berarti pertanaman terserang virus tungro dan bukan kekurangan hara.

Pengendalian
Adapun komponen pengendalian yang
dapat diterapkan secara terpadu untuk mengatasi hama/penyakit tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sanitasi
Tujuan sanitasi untuk menghilangkan sumber penyakit. Tanaman sakit yang berumur kurang dari 2 bulan sisa-sisa tanaman sakit dan tanaman inang pengganti harus dimusnahkan. Apabila serangan terjadi pada tanaman yang sudah keluar malainya, sanitasi dilakukan dengan cara selektif yaitu ditujukan pada tanaman yang terserang. Cara pemusnahannya (sanitasi) dengan membakar atau membenamkan seluruh bagian tanaman, sisa-sisa tanaman dan rerumputan kedalam Lumpur, kemudian diikuti dengan pengolahan tanah dan lahan dibiarkan dalam keadaan terolah sampai dengan saat mulai bertanam secara bersamaan. Inang pengganti yang ada disekitar areal pertanaman padi juga hangus dimusnahkan.
2. Penggunaan Varietas Tahan
Pengendalian hama dan penyakit dengan menggunakan varietas tahan merupakan cara paling aman dan murah bagi petani. Penanaman varietas padi tahan terhadap tungro dan wereng hijau telah lama dilakukan, namun demikian pelaksanaannya di lapangan masih terus diadakan perbaikan. Hasil evaluasi ketahanan varietas dari tahun ke tahun ternyata bervariasi, artinya varietas yang semula tahan setelah ditanam beberapa musim menjadi tidak tahan. Usaha untuk memantapkan ketahanan varietas dilakukan dengan cara :
·         Memilih varietas yang mempunyai resistensi horizontal
·         Pergiliran tanaman dengan non padi
·         Menanam tanaman peka sebagai perangkap, kemudian diperlukan dengan    pestisida
·         Pergiliran varietas
·         Menanam beberapa varietas yang mempunyai gentahan beraneka ragam

Sumber
Anonim, 1985. Penyakit Tungro & Cara mengatasinya, Balai Informasi Pertanian Hawa Timor


5.   NEMATODA
Nama Patogen : Meloidogyne sp.
Klasifikasi:  
Kingdom           : Animalia
Phylum             : Nematoda
Class                : Secernentea
Order               : Tylenchida 
Family              : Heteroderidae
Genus               : Meladogyne         
                                                      Species            : M. incognita

Gambar : puru akar pada tomat

Bioekologi
            Semua spesis nematoda puru akar akan memiliki siklus hidup yang sama (sherf dan macnab, 1986). Lama siklus hidup nematoda puru akar sekitar 18-21 hari atau 3-4 minggu dan akan menjadi lama pada suhu yang dingin. Jumlah telur yang dihasilkan oleh seekor betina tergantung pada kondisi lingkungan , biasa betina menghasilkan telur 300- 800 telur, dan kadang-kadang menghasilkan lebih dari 2800 telur.
            Larva tingkat 2 menetas dari telur yang kemudian bergerak menuju tanaman inang untuk mencari makanan, terutama pada bagian ujung meristem,larva kemudian menembus korteks akibatnya pada tanaman yang rentan terjadi infeksi dan menyebabkan pembesaran sel-sel. Larva menggelembung dan melakukan pergantian kulit dengan cepat untuk kedu dan ketiga kalinya, selanjutnya menjadi jantan dewasa atau betina yang dewasa dan berbentuk memanjang didalam kutikula, stadiun keempat muncul dari jaringan akar dan menghasilkan telur secara terus menerus selama hidupnya.
            Suhu mempengaruhi perkembangan nematoda terhadap penetasan telur, reproduksi, paergerakan dan perkembangannya. Pada umunya parasit tanaman tidak aktif pada suhu rendah yaitu 5-15 0c dan suhu tinggi yaitu 30-40 0c adalah suhu optimum untuk infeksi multiplikasi serta peningkatan paru.
.
Gejala Serangan
Tanaman tomat yang terserang penyakit cacing puru akar ditandai antara lain pertumbuhan tanaman menjadi kerdil,daunnya menguning dan layu di hari-hari panas.Sedangkan pada akarnya terdapat puru-puru (bintil/benjolan/ tumor) yang merupakan cirri khas serangan cacing puru akar.
Pengendalian
(1)  Pergiliran tanaman
(2)  Menggunkan nematisida karena upaya ini relative mudah dan hasilnya cepat terlihat. Dengan cara ditaburkan dalam alur yang digali sekeliling tanaman sedalam 15 cm pada jarak 20 cm dari batang tanaman, dan pemberiannya cukup satu kali saja.
(3)  Pencabutan akar.

 Pengendalian
-   Pengendalian dengan bercocok tanam melalui pengaturan waktu tanam yaitu menanam tanaman pada waktu  yang tidak sesuai dengan perkembangan nematoda.
- Membajak tanah agar nematoda yang ada pada lapisan dalam tanah akan naik keatas permukaan tanah sehingga terjadi pengeringan oleh panas matahari, kelembaban tanah, perbaikan dan komposisi tanah dengan pemupukan.
- Pengendalian secara kimia dapat dilakukan dengan penggunaan penanifhas dan prophus.
Pengendalian secara hayati pelaksanaannya menggunakan mikroorganisme pada nematoda yang sekarang giat diteliti. Pengendalian hayati dilakukan dengan menggunakan parasit  atau predator pada telur, larva atau nematoda dewasa agar dapat menekan populasi nematoda.
Sumber :

0 komentar:

Posting Komentar

welcome

Browse